Pertaruhan integrasi lembaga riset dan BRIN di Mahkamah Konstitusi

Mandat integrasi BRIN dan lembaga riset dalam UU Sisnas-Iptek diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi. Alinea.id/Firgie Saputra

Polemik rencana pemerintah mengintegrasikan lembaga riset ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memasuki babak baru. Pertengahan Agustus lalu, dua peneliti resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas-Iptek) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dua pemohon uji materi itu ialah Eko Noer Kristianto dan Heru Susetyo. Eko adalah peneliti madya di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), sedangkan Heru berstatus sebagai anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta. 

Menurut kuasa hukum para pemohon, Wasis Susetio, keduanya resah dengan rencana pemerintah mengintegrasikan lembaga-lembaga riset dan badan litbang di kementerian dan lembaga pemerintah ke dalam BRIN. Mandat integrasi itu termaktub dalam Pasal 48 UU Sisnas-Iptek dan dimaknai peleburan oleh pemerintah. 

Dalam gugatan tersebut, batu uji yang diajukan Wasis yakni Pasal 28D UUD 1945. Pasal itu menjabarkan pemberian hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, hingga hak untuk mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

“Ini akan kita bangun argumentasinya, baik itu secara legal standing dihubungkan dengan asas dan juga yurisprudensi dengan yang ada di MK sendiri,” jelas Wasis dalam webinar Alinea Forum bertajuk “Uji Materi Regulasi BRIN,” Selasa (31/8)