PKS dan Demokrat serang Jokowi karena menaikkan lagi iuran BPJS

Penerbitan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang berisi kenaikan iuran BPJS dinilai bertentangan dengan keputusan MA.

Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, setelah pemerintah menaikkan lagi iuran BPJS melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020, Rabu (13/5/2020). Foto Antara/Dhemas Reviyanto

Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan melalui penerbitan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, dinilai berpotensi melanggar hukum. Hal ini lantaran Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan iuran BPJS yang tercantum dalam Perpres Nomor 75 tahun 2019, yang hingga saat ini masih berlaku.

"Perpres yang dikeluarkan 6 Mei 2020 ini tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung No.7P/HUM/2020 yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Kamis (14/5).

Menurutnya, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 bermasalah karena tumpang tindih dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang juga masih berlaku. Sebab MA hanya memutus gugatan dengan membatalkan Pasal 34 Ayat 1 dan Ayat 2, sementara pasal-pasal lain masih berlaku. 

Adapun pembatalan Pasal 34 Ayat 1 dan Ayat 2, dilakukan karena bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu Pasal 2 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Pasal 2 Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

"Jadi kalau sekarang pemerintah mengeluarkan perpres baru yang isinya mengatur hal yang sama, maka seolah ada tumpang tindih aturan hukum. Harusnya Pemerintah mengeluarkan perpres sesuai putusan MA saja. Bukan membuat aturan baru yang membuat rakyat resah," kata Mulyanto.