Politik identitas cenderung naik pada tahun politik

Orang yang memiliki hubungan sosial yang lebih terbuka dan beragam akan memiliki kecenderungan politik identitas yang lebih kecil.

Ilustrasi politik identitas./Shutterstock

Politik identitas, hatespeech, dan hoaks muncul dan berkembang ketika bersamaan dengan masa pemilu yakni pilkada dan pilpres. Hal itu sesuai dengan penelitian tentang konservatif agama yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta. Penelitian itu menunjukan di saat tahun politik, konservatisme dan sesuatu yang menyangkut tentang agama, kebencian, dan intoleran cenderung naik.

Menurut Peneliti Survei Nasional Partai Politik-PPIM UIN Jakarta Sirojuddin Arif, politik identitas adalah konsep yang licin dan rentangnya bisa positif hingga negatif. Dia mengatakan orang yang memiliki hubungan sosial yang lebih terbuka dan beragam akan memiliki kecenderungan politik identitas yang lebih kecil.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebutkan, pada beberapa temuan, politik identitas justru marak di beberapa provinsi atau kabupaten kota yang lebih heterogen ketimbang homogen. 

“Agama merupakan faktor yang penting dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, khususnya ketika ada perbedaan agama antarpaslon. Ini terlihat di Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara,” ujar Burhanuddin pada Jumat (11/12) sore.

Temuan ini menunjukkan kecenderungan pemilih untuk memilih calon yang agamanya sama dengan mereka. Pengaruh agama dalam politik elektoral di tingkat lokal terlihat sangat meyakinkan.