Polri dinilai tertutup tangani mahasiswa yang ditahan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik minimnya akses bertemu mahasiswa yang ditahan kepolisian.

Sejumlah mahasiswa berjabat tangan dengan polisi dalam aksi unjuk rasa di sekitaran Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10). /Antara Foto

Tim Advokasi untuk Demokrasi membeberkan data terbaru pengaduan atas tindakan represif kepolisian dalam menangani demonstrasi menolak pengesahan rancangan undang-undang (RUU) kontroversial yang digelar mahasiswa dan warga sipil di sekitar Gedung DPR, Jakarta dan pelbagai daerah lainnya pada periode 23-30 September 2019.

Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana, data tersebut didapatkan dari enam cara, yakni pengaduan langsung, telepon, pesan singkat, surat elektronik, pesan berantai, dan tagar #HilangAksi. 

Salah satu yang paling banyak dipersoalkan oleh korban dan keluarga korban ialah penanganan mahasiswa yang ditahan. Dijelaskan Arif, kepolisian mencabut hak berkunjung bagi keluarga dan kerabat mahasiswa yang ditahan.

"Istilahnya keluarga tidak bisa ketemulah, kuasa hukum tidak bisa ketemu. Sebenarnya itu enggak benar secara hukum," ucap Arif saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa, (8/10).

Menurut Arif, kepolisian tidak boleh menghalangi keluarga yang ingin bertemu dengan para pengunjuk rasa yang ditahan. Selain itu, demonstran yang ditahan juga memiliki hak untuk memilih pengacaranya sendiri.