Remisi pembunuh jurnalis pil pahit insan pers

Pemberian remisi dinilai harus memberi ruang pada masyarakat untuk mempertimbangkan kelayakannya.

Jurnalis dan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali mengikuti aksi damai mendesak pembatalan remisi bagi I Nyoman Susrama di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Jumat (1/2)./ Antara Foto

Terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara, menyibak persoalan baru dalam pemberian remisi. 

Keppres tersebut mencantumkan nama I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh jurnalis di Bali, yang berhak mendapat remisi. 

Pengamat hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentara, Bivitri Susanti, mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan Keppres tersebut. Keppres itu dianggap menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan kebebasan pers. Apalagi, secara prosedur hukum, telah diajukan keberatan terkait Keppres tersebut.

"Presiden harus mencabut dan merevisi Keppres Nomor 29 Tahun 2018," kata Bivitri dalam diskusi di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Kamis (7/1).

Menurutnya, dasar hukum pemberian remisi dalam Keppres tersebut, yakni Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, perlu diperbaiki. Bivitri mengatakan, prosedur pemberian remisi perlu diubah, dengan memberi ruang pada masyarakat untuk mempertimbangkan kelayakannya.