Romahurmuziy tak terima disebut mantan Ketum PPP

Romahurmuziy menyebut penangkapan dirinya serangan politik terhadap PPP.

Terdakwa kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy meninggalkan ruangan saat jeda sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9). /Antara Foto

Terdakwa kasus suap pengisian jabatan di lingkungan Kemenag Provinsi Jawa Timur, Romahurmuziy keberatan dengan penulisan status pekerjaannya sebagai mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hal itu disampaikan Romahurmuziy, saat menanggapi surat dakwaan yang disusun jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/9). 

"Saya jelas bukanlah pegawai negeri. Saya juga bukan penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," ujar Rommy dalam sidang eksepsi. 

Rommy mengatakan, penangkapan terhadap dirinya merupakan sebuah serangan politik terhadap PPP. Apalagi, Rommy dibekuk KPK pada 15 Maret 2019 atau sebulan menjelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.

Dalam nota eksepsinya, Rommy juga keberatan atas dakwaan penuntut umum KPK yang menyangkakan dirinya bersama Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin telah menerima uang sebesar Rp325 juta karena mengintervensi pemilihan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jatim.

Dia menilai, JPU KPK keliru telah mencatutkan kata intervensi dalam surat dakwaannya. Sebagai anggota Komisi XI DPR RI, Rommy merasa tidak memliki otoritas untuk mengintervensi dalam menempatkan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Jawa Timur.