RPP UU Kesehatan diharap perketat aturan konsumsi rokok

Turunnya jumlah usia 15-19 tahun sebagai usia tertinggi pertama kali merokok di RI tersubstitusi ke usia 10-14 tahun dan usia 5-9 tahun.

Komnas Pengendalian Tembakau berharap RPP UU Kesehatan memperketat aturan tentang konsumsi rokok. Freepik

Kominas Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau mendorong aturan konsumsi rokok konvensional dan elektronik diperketat dalam penyusunan rancangan peraturan pelaksana (RPP) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ini perlu dilakukan generasi emas tidak menjadi generasi cemas pada puncak bonus demografi.

Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany, menyatakan, proporsi umur pertama kali merokok di Indonesia semakin muda. Sebab, sesuai riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013 dan 2018, turunnya jumlah usia 15-19 tahun sebagai usia tertinggi pertama kali merokok tersubstitusi ke usia 10-14 tahun (naik dari 17,3% ke 23,1%) dan usia 5-9 tahun (1,5% menjadi 2,5%).

Hal tersebut, ungkapnya, disebabkan tingginya masalah kesehatan dan ekonomi akibat konsumsi yang sangat tinggi. Pun tidak terbendung pada produk zat adiktif tembakau dan turunannya. Akibatnya, mengancam ketika mereka dewasa karena munculnya berbagai penyakit akibat merokok di usia produktif.

"Penyebab orang terutama anak-anak mulai merokok pada dasarnya didorong oleh beberapa faktor mendasar. Yang pertama, adalah pemasaran, yaitu iklan, promosi, dan sponsor yang memengaruhi perilaku, minat, keberpihakan, dan intensi pada rokok dan memulai merokok. Kedua, adalah rendahnya edukasi tentang bahaya rokok dan dampaknya," tuturnya dalam keterangannya.

"Yang ketiga, adalah mudahnya akses anak-anak mulai merokok, mulai dari penjualan yang ada di mana-mana bahkan di depan sekolah dijual secara batangan atau dalam ukuran kiddie pack, serta harga yang sangat murah. Faktor-faktor ini harus diatur secara ketat untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak yang kini telah mencapai 9,1% dan diproyeksikan akan mencapai 15,95% di tahun 2030 [sesuai data Bappenas]," imbuhnya.