Runtuhnya benteng antikorupsi: KPK hingga BPK

Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2023 diyakini akan merosot.

Benteng antikorupsi, dari KPK hingga BPK, runtuh akibat perilaku koruptif para pegawai dan pimpinannya. Freepik

Ditetapkannya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, atau pemberian hadiah/janji terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), memperburuk citra institusi yang dipimpinannya. Apalagi, ia menjadi pimpinan KPK pertama yang tersandung kasus korupsi.

Wakil Ketua KPK 2019-2022, Lili Pintauli Siregar, juga pernah diduga menerima hadiah berupa akomodasi hotel dan tiket MotoGP 2022 di Mandalika, NTB, dari salah satu BUMN. Ia lantas diadukan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Namun, persidangan etik terhenti bakal tidak berlanjut ke ranah pidana lantaran Lili sudah terlebih dahulu mengundurkan diri.

Pemberantasan korupsi di Tanah Air pun kian buruk lantaran praktik lancung senada dipraktikkan aparat penegak hukum (APH) yang lain. Misalnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bondowoso, Puji Triasmoro dan Alexander Kristian Diliyanto Silaen.

Keduanya terjerat kasus dugaan suap pengamanan perkara proyek peningkatan produksi hortikultura di Bondowoso. Pun telah berstatus tersangka dan dijerat Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Personel kepolisian juga demikian. Bekas Kepala Unit III Subdit III Dittipikor Bareskrim Polri, Brotoseno, pernah divonis 5 tahun penjara dan membayar denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti bersalah menerima hadiah/janji terkait korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).