RUU Cipta Kerja: Alih fungsi lahan masih menjadi polemik

RUU Cipta Kerja disebut berpotensi menabrak aturan lama di sektor pertanian.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Pemerintah dan DPR tengah menggodok aturan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di sektor pertanian. Dalam rancangan aturan baru tersebut, sejumlah UU akan disederhanakan guna menunjang iklim investasi di Indonesia. 

Namun rancangan aturan itu dinilai justru berpotensi menabrak aturan lama di sektor pertanian. Perubahan paling mencolok, misalnya, terkait izin konversi tanah pertanian ke non-pertanian. Hal itu disampaikan oleh  Sekjen Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) Anwar Maruf di Jakarta, Sabtu (26/9). 

“Perlindungan lahan pertanian oleh negara mutlak untuk dilakukan. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan rakyat, dan menjadi bagian dari kedaulatan pangan suatu negara. Apalagi saat ini kondisinya lagi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi," kata Anwar.

Sebagaimana diketahui, RUU Cipta Kerja akan menghapus Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Dari perubahan itu, alih fungsi lahan budi daya pertanian untuk kepentingan umum dan atau proyek strategis nasional tak memiliki kewajiban terkait syarat kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan dan dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik.

Kemudian, kewajiban menyediakan tanah pengganti terhadap lahan budi daya pertanian juga berpotensi terhapus. Dampaknya diprediksi akan mempercepat alih fungsi tanah pertanian.