RUU Ciptaker disahkan, Amnesty Internasional sebut awal krisis HAM baru

Pengesahan RUU Cipta Kerja menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia dan anggota DPR untuk menegakkan hak asasi manusia (HAM).  

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Alinea.id/Ayu Mumpuni

Rapat Paripurna DPR yang digelar Senin (5/10) resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut, pengesahan RUU Cipta Kerja menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia dan anggota DPR untuk menegakkan hak asasi manusia (HAM).

“Mereka yang menentang karena substansi Ciptaker dan prosedur penyusunan UU baru ini, sama sekali tidak menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan. Anggota dewan dan pemerintah tampaknya lebih memilih untuk mendengar kelompok kecil yang diuntungkan oleh aturan ini. Sementara hak jutaan pekerja kini terancam,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10).

Serikat buruh dan berbagai elemen masyarakat sipil, kata Usman, semestinya dilibatkan secara terus-menerus dalam pembahasan UU ini sejak awal. Pasalnya, serikat buruh dan berbagai elemen masyarakat sipil yang akan terdampak langsung dari pengesahan UU ini.

Hasil Rapat Paripurna kemarin, jelas Usman, akan memberikan keleluasaan yang lebih banyak bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerjanya. Di sisi lain, juga akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum.

“Belum lagi, perusahaan tidak lagi berkewajiban mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap. Aturan seperti ini berpotensi menyebabkan perlakuan tidak adil bagi para pekerja karena mereka akan terus-menerus menjadi pegawai tidak tetap,” tutur Usman.