Simalakama timbunan sampah impor di Indonesia

Sepanjang 2019-2022, ribuan kasus penyelundupan limbah berbahaya dalam impor sampah untuk bahan baku industri terungkap.

Tumpukan sampah di area pembuangan terbuka milik PT Indah Kiat Pulp and Papers Tbk di Jalan Raya Sentul, Kragilan, Serang, Banten, Jumat (20/5). Alinea.id/Achmad Al Fiqri

Gundukan sampah dan limbah bahan baku pembuat kertas membumbung hingga setinggi 15 meter di salah satu sudut  pabrik PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk di Jalan Raya Sentul, Kragilan, Serang, Banten, Jumat (20/5) siang itu. 

Di puncak salah satu bukit sampah, Rohidin--bukan nama sebenarnya--sibuk memilah limbah. Tangan-tangannya yang kekar meraup dan mengaduk tumpukan sampah kertas dan plastik. Satu per satu tumpukan ia pelototi. Target Rohidin hanya sampah alumunium. 

"Rata-rata (bisa dapat) 20 kilogram (sampah alumunium per hari). Ya, kalau dihitung, bisa mencapai Rp40 ribu sehari. Tergantung sih. Kalau dapat besar, itu berarti banyak juga (sampah) yang dibuang,” ucap Rohidin saat berbincang dengan Alinea.id

Satu kilogram alumunium hanya dihargai Rp2.000 oleh pengepul. Angka itu, kata Rohidin, tak sebanding dengan jerih payahnya "berenang" di antara tumpukan sampah. Apalagi, limbah alumunium bisa dihargai Rp6000-Rp10.000 di ibu kota. 

Meski begitu, Rohidin bersyukur masih ada pekerjaan yang bisa ia lakoni untuk bikin dapur tetap ngebul. “Yang penting halal. Tidak dari hasil rampok,” tegas dia.