Sengkarut publikasi jurnal internasional peneliti BRIN

Publikasi jurnal internasional menjadi syarat peneliti BRIN mendapat angka kredit.

Ilustrasi jurnal ilmiah. Alinea.id/Firgie Saputra

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Poltak Partogi Nainggolan mengeluh lantaran tak ada anggaran untuk publikasi jurnal bereputasi internasional. Padahal, menurut mantan peneliti di DPR itu, untuk sekali publikasi karya ilmiah di jurnal internasional perlu biaya tak sedikit.

“Jurnal beragam (biayanya). Mulai dari yang termurah Rp7,5 juta hingga Rp100 juta lebih,” ujar Partogi kepada Alinea.id, Selasa (10/1).

Antara biaya besar dan kewajiban

Peneliti Organisasi Riset (OR) Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN, Hadi Supratikta pun merasa, kewajiban publikasi jurnal internasional telah menjerat ke arah bisnis publikasi jurnal global. Pasalnya, tak ada jurnal internasional yang gratis 100%.

Mantan peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu melihat, publikasi jurnal internasional sudah jadi “alat paksa” BRIN. Jika tak melakukan publikasi, peneliti siap-siap menerima pemotongan tunjangan kinerja.