Sinyal bahaya wabah PMK hewan ternak di tengah lambannya riset BRIN

Di tengah merebaknya penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak, penelitian dipandang penting menangani wabah.

Ilustrasi riset penyakit mulut dan kuku. Alinea.id/Firgie Saputra

Sejak mulai merebaknya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menginfeksi sapi pada awal Mei 2022 di Sidoarjo, Jawa Timur, Ketua Subkoordinator Kesehatan Hewan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, Rina Vitiasari mengatakan, pihaknya fokus mengobati hewan ternak yang ada di wilayahnya. Tujuannya, mengurangi kasus penularan PMK.

Pada 1 Mei 2022, kasus PMK di Sidoarjo menjangkiti sapi potong sebanyak 595 ekor, serta sapi perah dan kerbau pada 11 kecamatan. Wilayah Sidoarjo sendiri termasuk ke dalam daerah terdampak wabah PMK atau juga dikenal dengan foot and mouth disease (FMD) yang disebut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan pers pada Rabu (11/5), selain Aceh Tamiang, Aceh Timur, Gresik, Lamongan, dan Mojokerto.

Penyakit yang disebabkan virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus ini muncul pertama kali di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022, setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK sejak tiga dekade silam. Tak hanya menyerang sapi, penyakit ini juga menular ke hewan berkuku belah lain, seperti kerbau, domba, kambing, rusa, dan unta.

Per Selasa (10/5), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, setidaknya ada 6.498 hewan ternak di 10 provinsi dan kabupaten yang terjangkit PMK. Sepuluh provinsi itu, antara lain Jawa Timur, Aceh, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Banten, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Rina berupaya mengerahkan seluruh tenaga medis dan penyuluh hewan guna mengawasi dan mencari hewan ternak bergejala PMK untuk diobati.