SKB UU ITE, Koalisi ingatkan adanya potensi pidana konten viral

Koalisi nilai penerbitan pedoman interpretasi UU ITE langkah keliru.

Ilustrasi pasal karet/Alinea.id/Sultanah Utarid

Elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi Undang-Undang Transaksi Elektronik (UU ITE) mempertanyakan langkah tim kajian revisi UU ITE ihwal penambahan pasal pidana baru. Yaitu, Pasal 45C yang akan berisi ancaman pidana untuk kabar bohong berpotensi menimbulkan keonaran.

Hal itu disampaikan Koalisi menanggapi rencana pemerintah yang bakal menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tiga lembaga, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Kejaksaan Agung terkait pedoman penerapan regulasi UU ITE.

“Penambahan pasal ini perlu dikritisi mengingat definisi 'kabar bohong yang menimbulkan keonaran' banyak mengandung unsur karet, mulai dari definisi 'kabar bohong' yang tidak ketat, begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan 'keonaran di masyarakat' yang persyaratannya tidak semudah sekedar viral kemudian dianggap sebagai perbuatan onar,” ujar Direktur LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan tertulis, Senin (24/5).

Koalisi Serius Revisi UU ITE juga mengkritik Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ihwal keputusan untuk tidak merevisi UU ITE dan hanya membuat pedoman interpretasi.

Semestinya, kata Wahyudin, UU ITE direvisi mengingat korbannya terus berjatuhan. Di sisi lain, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum (Kemenkumham) dan HAM yang memiliki mandate untuk mengevaluasi dan mengusulkan perbaikan hukum tidak dilibatkan dalam SKB tiga kementerian/lembaga.