Stunting tak sekadar masalah tumbuh anak

Berdasarkan hasil riset kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, jumlah penderita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 30,8%.

Foto kolase anak-anak yang mengidap penyakit malaria, campak dan gizi buruk asal Distrik Jetsy, Kabupaten Asmat, Papua, Rabu (24/1/2018). /Antara Foto.

Berdasarkan hasil riset kesehatan (riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, jumlah penderita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 30,8%. Meski turun dari 37,2% pada 2013, namun angka tersebut masih cukup tinggi dan mengkhawatirkan, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Stunting umumnya terjadi, karena asupan makan yang tak sesuai dengan apa yang dibutuhkan tubuh.

Bahaya stunting

Jika tak segera ditangani, kondisi stunting bisa mengancam bonus demografi Indonesia pada 2030 mendatang. Sebab, stunting dapat menurunkan kualitas hidup anak. Menurut ahli gizi Rita Ramyulis, stunting tak hanya kondisi tubuh pendek pada anak.

“Kalau bicara stunting, kita bicara tentang dua hal, tumbuh dan kembang anak yang tak maksimal. Artinya, tubuh pendek dan IQ yang tidak maksimal. Kalau sudah stunting, tidak bisa diapa-apakan lagi,” kata Rita saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (30/1).