Tak sesuai UU Sisnas Iptek, Perpres BRIN berpotensi picu konflik kepentingan

Terjadi perbedaan arah pembentukan BRIN sebagaimana diamanatkan UU Sisnas dengan Perpres 33/2021.

Ketua Departemen Ilmu Administrasi FIA UI Universitas Indonesia, Teguh Kurniawan, saat menyampaikan paparannya dalam Alinea Forum "Langkah Hukum Meluruskan Regulasi BRIN", Senin (9/8/2021)/Tangkapan layar.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus independen, gesit, dan fleksibel dalam memberlakukan kebijakan inovasi. Merujuk Pasal 48 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), BRIN diamanatkan untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi yang terintegrasi.

Istilah ‘terintegrasi’ dalam penjelasan Pasal 48 UU 11/2019 diartikan mengarahkan dan mensinergikan perencanaan, program anggaran, dan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

“Namun demikian, ternyata kalau kita melihat Perpres ( Peraturan Presiden) 33/2021 tentang BRIN yang beberapa kali berubah itu, terjadi perbedaan arah pembentukan BRIN yang diamanatkan UU Sisnas, dengan Perpres 33/2021 ya,” ujar Ketua Departemen Ilmu Administrasi FIA UI Universitas Indonesia (UI), Teguh Kurniawan, dalam Alinea Forum ‘Langkah Hukum Meluruskan Regulasi BRIN’, Senin (9/8).

BRIN, jelasnya, dibentuk untuk mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi. Artinya, BRIN berperan sebagai koordinator, bukan pelaksana. Ironisnya, Perpres 33/2021 justru membuat BRIN menjadi lembaga birokrasi yang bahkan memiliki perpanjangan tangan di daerah atau BRIDA.

BRIDA, kata dia, hanya merunyamkan persoalan. Sebab, UU 11/2019 mengamanatkan BRIN untuk mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi yang tersektor-sektor. Bukan malah berperan sebagai pelaksana penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi, sebagaimana tertuang dalam Perpres 33/2021.