"Kita sesak nafas karena debu, tapi cuma dikasih minyak goreng..."

Konsep green port belum sepenuhnya diadopsi oleh perusahaan pengelola pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

Asap buangan dari pabrik di area Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Sabtu (21/1). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Suara klakson yang melengking dari sebuah kapal peti kemas "mengagetkan" deretan kapal tongkang pengangkut batu bara yang tengah antre masuk ke terminal Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Selasa (2/1) siang itu. Satu per satu kapal tongkang mulai bergerak. Mereka seolah paham harus memberikan jalan bagi kapal peti kemas tersebut.

Sebuah perahu pengangkut penumpang "bertrayek" Cilincing, Jakarta Utara-Muara Gembong, Bekasi, terimpit di antara deretan kapal tongkang. Maman, nahkoda kapal itu, turut menghentikan kapalnya. Seperti kapal-kapal lainnya, kapal yang dikendalikan Maman menunggu kapal peti kemas melintas. 

Usai kapal peti kemas berlalu, Maman menghidupkan kembali mesin kapal. Nahas, mesin kapal macet. Baling-baling kapal Maman ternyata terlilit sampah plastik. Ceceran batu bara yang membuat air laut menghitam juga bikin mesin sulit bergerak. 

"Lumayan pekat ini (airnya). Soalnya, kapal tongkangnya lagi banyak ini," kata Maman saat berbincang dengan Alinea.id di anjungan kapal. 

Butuh waktu sekitar sepuluh menit bagi Maman untuk melepaskan mesin dari jeratan sampah plastik dan mengendalikan kapalnya keluar dari kepungan kapal-kapal tongkang. Sepanjang jalan, ia juga harus berhati-hati menghindari tumpukan sampah lainnya yang mengapung di permukaan air.