Telegram Panglima TNI dinilai istimewakan prajurit bermasalah

Pemanggilan prajurit TNI yang harus meminta izin komandan merupakan bentuk ketidaksesuaian dan ketidakpatuhan terhadap KUAHP.

Ilustrasi para anggota TNI. Foto Antara

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai surat telegram Panglima TNI terkesan mengistimewakan anggota TNI yang bermasalah hukum. Menurut koalisi, selain memberikan privilege bagi prajurit TNI, telegram itu tentunya akan menyulitkan atau menghambat penegakan hukum.

Surat Telegram yang dimaksud adalah surat Nomor ST/1221/2021 yang ditandatangani Kepala Staf Umum (KASUM) TNI, Letnan Jenderal Eko Margiyono atas nama Panglima TNI pada 5 November 2021, perihal prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.

Dalam surat telegram mengatur apabila terdapat prajurit TNI dilakukan pemanggilan dalam rangka penegakan hukum, maka harus melalui dan didampingi oleh perwira hukum atau perwira kesatuannya.

"Kami menilai keputusan atau kebijakan hukum yang dikeluarkan institusi TNI tersebut tidak sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia," kata Kepala Divisi Advokasi HAM Kontras, Andi Rezaldi dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (14/1).

Menurut Andi, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Pasal ini menegaskan bahwa asas persamaan dihadapan hukum atau asas equality before the law yang penting untuk dikedepankan dalam konteks baik penegakan hukum ataupun di dalam proses pemerintahan.