sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Telegram Panglima TNI dinilai istimewakan prajurit bermasalah

Pemanggilan prajurit TNI yang harus meminta izin komandan merupakan bentuk ketidaksesuaian dan ketidakpatuhan terhadap KUAHP.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Jumat, 14 Jan 2022 12:51 WIB
Telegram Panglima TNI dinilai istimewakan prajurit bermasalah

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai surat telegram Panglima TNI terkesan mengistimewakan anggota TNI yang bermasalah hukum. Menurut koalisi, selain memberikan privilege bagi prajurit TNI, telegram itu tentunya akan menyulitkan atau menghambat penegakan hukum.

Surat Telegram yang dimaksud adalah surat Nomor ST/1221/2021 yang ditandatangani Kepala Staf Umum (KASUM) TNI, Letnan Jenderal Eko Margiyono atas nama Panglima TNI pada 5 November 2021, perihal prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.

Dalam surat telegram mengatur apabila terdapat prajurit TNI dilakukan pemanggilan dalam rangka penegakan hukum, maka harus melalui dan didampingi oleh perwira hukum atau perwira kesatuannya.

"Kami menilai keputusan atau kebijakan hukum yang dikeluarkan institusi TNI tersebut tidak sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia," kata Kepala Divisi Advokasi HAM Kontras, Andi Rezaldi dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (14/1).

Menurut Andi, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Pasal ini menegaskan bahwa asas persamaan dihadapan hukum atau asas equality before the law yang penting untuk dikedepankan dalam konteks baik penegakan hukum ataupun di dalam proses pemerintahan.

Sejalan dengan pasal tersebut, pada tingkatan UU juga sudah memberikan penegasan seperti Pasal 3 ayat (2) UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 26 Kovenan Hak Sipil dan Politik.

"Namun kemudian, asas dan pasal-pasal tersebut dilanggar dengan diterbitkannya Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021. Oleh karena Surat Telegram tersebut memberikan praktik pengistimewaan atau privilege bagi prajurit TNI. Hal ini tentunya akan menyulitkan atau menghambat penegakan hukum," ujar Andi.

Selain itu, sambung Andi, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-ndang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menjadi rujukan dalam surat telegram tersebut, tidak mengatur terkait adanya prosedur pemanggilan yang harus melalui dan didampingi oleh perwira hukum atau perwira kesatuannya.

Sponsored

Andi menjelaskan, pemanggilan prajurit TNI yang harus meminta izin komandan merupakan bentuk ketidaksesuaian dan ketidakpatuhan terhadap KUAHP. Dalam KUHAP diatur secara eksplisit bahwa pemanggilan hanya ditujukan kepada pihak yang bersangkutan dengan perkara dugaan tindak pidana dan bukan atasan dari subyek hukum yang dipanggil.

"Sehingga jika surat pemanggilan tersebut dikirimkan atau harus mendapatkan izin dari komandan maka pemanggilan tersebut menjadi cacat formil atau tidak sah. Hal Ini justru mencerminkan ketiadaan komitmen dalam upaya mengatasi/ mencegah terjadinya impunitas bagi prajurit TNI dan dapat menghalangi proses hukum yang dilakukan oleh Kepolisian, serta manifestasi pelanggaran asas persamaan dimuka hukum (equality before the law)," bebernya.

Andi menambahkan, berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyatakan “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas; b. asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB”.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, Surat Telegram tersebut bertentangan ketiga asas yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yakni asas legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan AUPB.

Dalam konteks legalitas, kata dia, rujukan peraturan yang menjadi dasar diterbitkannya surat telegram tersebut, tidak mengatur secara eksplisit berkaitan prosedur pemanggilan terhadap prajurit TNI oleh aparat penegak hukum.

"Mengenai asas perlindungan terhadap hak asasi manusia, surat telegram justru memberikan ruang terjadinya praktik impunitas dan terlanggarnya proses fair trial. Di tengah mandegnya reformasi peradilan militer, institusi TNI justru melanjutkan ketertutupan tersebut dengan memberikan sejumlah hambatan," pungkas Andi.

Berita Lainnya
×
tekid