Terdapat 9 kejanggalan pada sidang Novel Baswedan

Dakwaan jaksa dianggap skenario untuk menutup pengungkapan aktor intelektual dan menghukum ringan pelaku.

Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) selaku korban menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4). Foto Antara/Aprillio Akbar/nz

Tim advokasi Novel Baswedan merasa janggal atas proses peradilan kedua terdakwa yang diduga menyiram air keras kepada kliennya. Mereka menganggap, proses persidangan sulit untuk menggali fakta materiil.

"Proses persidangan masih jauh dari harapan publik, untuk bisa menggali fakta-fakta sebenarnya (materiil) dalam kasus ini. Tim advokasi Novel Baswedan, yang sejak awal turut memantau jalannya persidangan menemukan berbagai kejanggalan," kata anggota tim advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana, dalam keterangan resmi, Senin (11/5).

Terdapat, sembilan kejanggalan yang ditemukan tim advokasi Novel Basweda, sepanjang kali keempat sidang dilakukan. Pertama, dakwaan jaksa dianggap skenario untuk menutup pengungkapan aktor intelektual dan menghukum ringan pelaku.

Kejanggalan itu, ketika perbuatan kedua terdawka dakwaan hanya dinilai sebagai tindak pidana penganiayaan biasa, yang tidak ada kaitannya dengan kerja pemberantasan korupsi dan teror sistematis pelemahan KPK.

"Dalam dakwaan JPU, tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Patut diduga, jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," tuturnya.