Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah lebih dari tiga tahun menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Dianggap berkelakuan baik, masa hukuman Nurhadi disunat.
Namun, Nurhadi ternyata kena "prank". Di luar lapas, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menantinya. Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, pada 19 Juni 1957 itu kembali ditangkap dan dikembalikan ke lapas.
“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (30/6).
Budi menjelaskan Nurhadi ditangkap KPK pada Minggu (29/6) dini hari. Masih ada perkara hukum yang harus dihadapi Nurhadi. “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” jelas Budi.
Nurhadi sebelumnya divonsi hukuman 6 tahun penjara plus denda Rp500 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 Maret 2021. Ia terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.
Sebelum jadi pesakitan, Nurhadi menjabat sebagai Sekretaris MA pada periode 2011-2016. Nurhadi juga pernah menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum pada 2003 dan pelaksana jabatan Kepala Bidang Penyelenggaraan Diklat dan Pelaporan pada Pusdiklat Pegawai MA pada 2001.
Pada 22 Juli 2016, ia mengundurkan diri jabatan Sekretaris MA. Tak lama setelah pengunduran diri Nurhadi, KPK mulai menggarap kasus-kasus kongkalikong penanganan perkara yang dilakukan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono.
Adapun perkara yang bikin Nurhadi masuk bui ialah kasus penanganan perkara sengketa perdata antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN). Kedua perusahaan bersengketa soal perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN di Cilincing, Jakarta Utara.
Bersama menantunya, Nurhadi diduga menerima suap dari PT MIT sebesar Rp45,7 miliar untuk pengurusan perkara tersebut. Selain itu, Nurhadi juga membantu PT MIT dakam gugatan melawan Azhar Umar terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT MIT.
Apa saja perkara yang diurus Nurhadi?
Selain perkara MIT, Nurhadi juga dituding mengurus sejumlah perkara di tingkat banding di MA. Salah satunya ialah pengaturan perkara Grup Lippo yang ditangani Eddy Sindoro. Dalam dokumen yang disita KPK dari Lippo, Nurhadi disebut telah menggarap 14 perkara yang berkaitan dengan Grup Lippo.
Selain itu, Nurhadi juga menggarap perkara perdata yang melibatkan PT Metropolitan Tirta Perdana dengan Kwang Yang Motor Co LtD (PT Kymco). Dari fakta persidangan, Nurhadi disebut diminta mengurus perkara itu oleh Eddy Sindoro.
Menurut laporan Tempo pada 2016, Nurhadi biasanya mencari perkara lewat
Edy Nasution, Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, Nurhadi juga bertemu langsung dengan orang-orang yang berperkara di MA.