Tim bentukan Wiranto ancam kebebasan berekspresi 

Fungsi tim bentukan Wiranto itu juga dianggap tumpang tindih dengan lembaga lain.

Menko Polhukam Wiranto (tengah depan) bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (ketiga kiri depan), Kapolri Jenderal Tito Karnavian (keempat kanan depan), Mendagri Tjahjo Kumolo (ketiga kanan depan), Ketua Bawaslu RI Abhan (kedua kanan depan), Jaksa Agung Jaksa Agung Muhammad Prasetyo (kanan depan), Menkominfo Rudiantara (kiri depan) dan Ketua KPU Arief Budiman (kiri) serta pejabat lainnya berpose bersama saat mengikuti rapat koordinasi kesiapan akhir pengamanan tahapan pemungutan dan perhitungan suara

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai keberadaan Tim Asistensi Hukum bentukan Menko Polhukam Wiranto berbahaya bagi demokrasi. Menurut Asfi, sapaan akrab Asfinawati, tim tersebut bakal mengancam kebebasan berekspresi. 

"Seolah tim ini menjadi kanal yang akan mengevaluasi omongan kita semua, terus mereka merekomendasikan pada polisi. Saya bayangkan jika kepolisian mendapat rekomendasi dari tim ini, masa mau tolak. Ini tricky jadinya," kata Asfi di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).

Asfi menilai, kewenangan dan fungsi dari tim bentukan Wiranto itu tumpang tindih dengan penyelenggara negara yang lain. Pasalnya, sistem hukum Indonesia sudah memiliki aturan jelas untuk dapat menjerat ucapan yang bernuansa rasialis atau pun ujaran kebencian.

"Batasnya adalah ada orang yang menganjurkan kekerasan berdasarkan agama, ras berbeda misalnya, baru di situ negara harus turun tangan," ujar dia. 

Tim Asistensi Hukum dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam. Surat itu diteken Wiranto pada 8 Mei 2019.