Tragedi Semanggi I dan suara mereka yang masih mengingat Wawan

Sejumlah kegiatan digelar untuk 'merayakan' 21 tahun kematian Wawan dan rekan-rekannya.

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) yang juga ibu Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, korban penembakan Tragedi Semanggi I Maria Catarina Sumarsih (kanan) bersama suaminya menaburkan bunga saat peringatan 21 tahun tragedi Semanggi I di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Rabu (13/11). /Antara Foto

Bersama rekan-rekannya sesama mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya, Bernoldus Harly Ampak kembali 'menggedor' pintu gerbang Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/11) sore itu. Hanya sekitar 70 orang rekan Harly yang hadir menemaninya dalam aksi unjuk rasa rutin tersebut. 

"Ini (melakukan aksi) menjadi sebuah rutinitas bagi kami. Kami tidak pernah merasa puas, tidak pernah merasa bosan, atau tidak pernah putus asa mengenai suara kami. Suara untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu," ujar Harly kepada Alinea.id di sela-sela aksi.

Aksi unjuk rasa itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan memperingati kematian Bernardinus Realino Norma Irmawan atau yang akrab disapa Wawan. Tepat 21 tahun lalu, mahasiswa Atma Jaya angkatan 1996 itu rebah diterjang peluru tajam. 

Selain Wawan, sebanyak 16 warga sipil lainnya tewas dalam rangkaian aksi unjuk rasa menolak rezim Orde Baru dan pemerintahan Soeharto pada 11-13 November 1998. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan Tragedi Semanggi I. 

Kurang lebih selama 45 menit, Harly dan rekan-rekannya menyuarakan tuntutan. Aksi unjuk rasa 'sederhana' itu kemudian ditutup dengan upacara bendera setengah tiang dan pembacaan doa. 
 
"Maka sudah purna juga kegiatan kita hari ini. Tapi, apa? Perjuangan kita tidak akan purna oleh waktu. Tidak akan pernah purna," ujar Harly sebelum ia dan rekan-rekannya membubarkan diri.