Utang terus naik, BPK khawatir pemerintah tak sanggup bayar

Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6%-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7%-19%.

Ilustrasi. Alinea.id/Oky Diaz.

Utang pemerintah terus meningkat secara tajam. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaku khawatir pemerintah tidak bisa membayar utang dan bunganya. Berdasar audit laporan keuangan pemerintah pusat selama 2020, BPK menyebutkan beberapa hal yang harus diwaspadai pemerintah, salah satunya penambahan utang pemerintah.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menyatakan, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," kata Firman saat membacakan laporan audit BPK dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (22/6).

"Pandemi Covid-19 meningkatkan defisit utang dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. Meskipun, rasio defisit dan utang  terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan Undang-undang (UU) Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah. Di samping itu, mulai 2023, besaran rasion defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3%," sambungnya.

Dalam laporannya, Firman menyebut, realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun lalu sebesar Rp1.647,78t triliun atau mencapai 96,93% dari anggaran. Sementara itu, realisasi belanja negara tahun lalu sebesar Rp2.595,48 triliun atau mencapai 94,75% dari anggaran.