Wajib militer di UU PSDN bersifat sukarela

RUU PSDN akan jadi payung hukum program bela negara yang digalakkan Kementerian Pertahanan.

Menhan Ryamizard Ryacudu (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyari (kiri) saat menyerahkan berkas hasil pembahasan RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) pada Rapat Paripurna ke-11 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/9). /Antara Foto

DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Nasional untuk Pertahanan Negara (RUU PSDN) menjadi UU. RUU itu disahkan dalam sidang paripurna yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9).

Sebelumnya, RUU itu disorot karena menjadikan warga sipil sebagai komponen cadangan militer. Namun, Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyha mengatakan, tidak ada unsur paksaan bagi warga sipil untuk menjalani wajib militer dalam draf RUU.

"Muatan RUU yang meliputi keikutsertaan warga negara dalam usaha bela negara, penataan komponen pendukung, hingga mobilisasi dan demobilisasi menjadi hal yang diperlukan. Selain hal-hal tersebut, terdapat hal penting yaitu penambahan sifat sukarela dalam keikutsertaannya menjadi komponen pendukung dan cadangan," ujar Kharis di sidang paripurna. 

Menurut Kharis, TNI dan Polri tetap menjadi komponen utama dalam pertahanan dan keamanan negara dalam RUU PSDN. Wajib militer diberlakukan karena upaya menghalau ancaman terhadap eksistensi NKRI saat ini tidak mungkin lagi hanya diemban kedua institusi itu.

“Pasal 30 ayat 2 mengatur bahwa TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Jelas bahwa postur pertahanan negara terdiri dari komponen utama, cadangan, dan pendukung yang harus diatur oleh undang-undang," kata dia..