Waspadai dampak negatif kampanye di media sosial

Hal paling mengkhawatirkan, media sosial bisa memberikan dampak polarisasi yang bertambah kental dan berbahaya.

Ilustrasi kampanye di media sosial. Alinea.id/Aisya Kurnia

Masa kampanye bakal berlangsung mulai dari 28 November 2023 hingga 10 Febuari 2024. Semua peserta pemilu, baik itu parpol dan pasangan calon presiden-wakil presiden sudah bersiap menyongsong tahapan pemilu tersebut.

Mengingat pada tahapan ini, peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta pemilu, bakal berupaya meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Tidak heran jika ada yang menyebut jika kampanye merupakan wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Yang harapannya untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu.

Kampanye sendiri dapat dilakukan melalui berbagai metode. Seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, dan media sosial.

Khusus berkampanye di media sosial, pengamat media sosial dan komunikasi politik dari Universitas Bina Sarana Informatika Jakarta Andika Hendra Mustaqim mengatakan, media sosial menjadi alat calon presiden untuk menarik simpati dan dukungan publik. Media sosial diposisikan sebagai magnet karena mampu menjadi daya tarik.

"Untuk memaksimalkan magnet, maka tim capres harus membalutnya dengan berbagai konten dan pendekatan kekinian yang mampu menarik minta generasi muda, terutama kaum milenial dan Gen Z," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Minggu (26/11).