YLBHI nilai Polri akeselerator pembungkaman suara kritis

Polri dinilai turut memberangus hak atas kebebasan berpendapat terkait kritik terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Massa yang tergabung dalam aktivis Suara Perempuan Bandung melakukan aksi unjuk rasa di Taman Vanda, Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/10/2019). Foto Antara

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut Polri diduga telah menjadi bagian dari otoritarianisme pemerintah. Pasalnya, Polri dinilai turut memberangus hak atas kebebasan berpendapat terkait kritik terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja hingga penanganan pandemi Covid-19.

“Kepolisian justru menjadi akselerator pembungkaman dengan model laporan oleh internal kepolisian. Misalnya, dalam upaya kriminalisasi terhadap Dandhy Dwi Laksono dan Ravio Patra. Di sisi lain, terjadi tebang pilih kasus, saat banyak peretasan terhadap warga negara yang kritis dan menjadi permasalahan publik, pelaporan tersebut tidak dilakukan (ditindaklanjuti),” ujar Direktur YLBH Asfinawati dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7)

Berdasarkan pemantauan YLBHI pada 2019, terdapat 78 kasus pelanggaran yang diduga melibatkan Polri dengan korban mencapai 6.128 orang. Bahkan, 51 orang di antaranya meninggal dunia dan 324 terbilang masih anak-anak. Dari 78 kasus tersebut, sebanyak 67 kasus tercatat dilakukan aparat kepolisian pada level kepolisian sektor (Polsek), resort (Polres), level daerah (Polda), hingga Mabes Polri.

Satuan dari internal kepolisian yang diduga melakukan pelanggaran juga beragam. Dari satuan Intelkam, Sabhara, Brimob, hingga Satlantas. Jenis pelanggaran pun beragam, dari penghalangan dan/atau pembatasan aksi, menyasar alat/data pribadi, pembubaran secara tidak sah, tindakan kekerasan, perburuan dan penculikan, kriminalisasi, hingga penghalangan pendampingan hukum.

Menurut Asfinawati, hal itu diduga telah terjadi pergeseran cara pandang pemerintah dan Polri tentang demonstrasi. Dari mengawal hak yang dilindungi konstitusi dan UU menjadi tindakan yang perlu diwaspadai. Bahkan, dianggap sebuah kejahatan.