YLBHI ungkap alasan bela pegawai KPK tak lolos TWK

Korupsi bukan hanya picu kemiskinan, namun juga berkaitan erat dengan demokrasi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (kedua kanan), Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kedua kiri), Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari (kanan), dan Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora (kiri) memberikan keterangan pers menyoroti kinerja Pansel Capim KPK di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (28/7/2019). /Antara Foto.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati membeberkan alasan pihaknya terlibat membela 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Salah satu di antaranya adalah karena banyaknya kasus yang ditangani KPK merupakan perkara korupsi perizinan dan berkaitan erat dengan kemanusiaan, seperti perampasan tanah untuk proyek tambang.

"Misalnya petani yang dirampas tanahnya karena tambang, karena PLTU. Banyak ditemukan di KPK ternyata adalah korupsi izin yang dilakukan oleh kepala daerah," kata Asfinawati dalam konferensi pers daring YLBHI seluruh Indonesia, Minggu (13/6).

Selain korupsi perizinan, menurutnya banyak masyarakat menjadi korban mafia peradilan. Mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Kasus teranyar adalah ditangkapnya mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi terkait gratifikasi dan penanganan perkara di MA.

"Baik itu berupa pungli bahkan peraturan perkara karena melawan korporasi, ternyata ada persoalan korupsi di sana. Ada suap-menyuap antara pihak korporasi dengan penegak hukum. Mulai dari kepolisian, kejaksaan bahkan juga pengadilan. Kan kita lihat KPK menangkap Sekretaris Mahkamah Agung, menunjukkan kaitan penegak hukum dengan peradilan dan korupsi," jelas dia.