Di balik gemerlap Asian Games Tanah Air

Apa yang membedakan perhelatan Asian Games di Indonesia pada 1962 dan 2018?

Penampilan dari grup band Korea Super Junior pada Upacara Penutupan Asian Games ke-18 Tahun 2018 di Stadion Utama GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (2/9)./ Reuters

Asian Games 2018 memang telah usai. Kendati tak bisa menyabet peringkat kedua laiknya prestasi pada 1962, Indonesia tetap panen medali. Tak tanggung-tanggung, 31 medali diborong kontingen atlet Indonesia tahun ini, bahkan cabang pencak silat sukses bawa pulang 14 medali. Dengan puluhan medali tersebut, Indonesia memastikan tempat di peringkat empat, di bawah China si juara bertahan, Jepang, lalu Korea Selatan.

Tak hanya perolehan medali yang patut dicatat, upacara pembukaan dan penutupan Asian Games juga jadi sorotan publik se-Asia. Setelah membuat selebrasi pembukaan terasa begitu gebyar, man behind the scene Wishnutama kembali membuat kejutan di momen upacara pamungkas. Artis Super Junior dan iKON diboyong langsung dari Negeri Ginseng untuk membuat pemuja K-Pop teriak histeris.

Upacara pembukaan dan penutupan Asian Games diklaim tak menelan dana fantastis. Itu hanya menyedot dana US$ 52 juta atau sekitar Rp 759 miliar, sepuluh kali lebih kecil dibanding upacara pembukaan Olimpiade musim dingin di Sochi 2014 yang menelan US$ 500 juta, atau Asian Indoor Martial Arts 2017 di Turkmenistan.

"Justru dengan dana yang tidak besar, kami terpicu untuk lebih kreatif," kilah Wishnutama dalam beberapa kali kesempatan.

Sementara, dana yang dihabiskan untuk pesta olahraga yang diikuti 45 negara itu secara keseluruhan mencapai Rp 40 triliun. Dana ini dialokasikan untuk pemugaran gedung Gelora Bung Karno (GBK), Kampung Atlet di kawasan Kemayoran, pembangunan Velodrome Rawamangun dan Equestrian Park Pulomas sebagai arena balap sepeda dan pacuan kuda. Sarana transportasi yang baik pun digagas, dengan membangun Light Trail Transit (LRT) di Jakarta dan Palembang.