Ajaibnya wacana UU Terorisme jerat hoaks ala Wiranto

Wacana pemberlakuan UU Terorisme dalam menjerat pelaku hoaks yang diutarakan Wiranto banjir kritik.

Menko Polhukam Wiranto (kanan) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto bersiap memimpin rapat koordinasi kesiapan pengamanan tahapan masa rapat umum (kampanye terbuka) tahapan penghitungan suara di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3)./Antara Foto

Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto ihwal wacana penggunaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme) untuk menjerat pelaku penyebaran berita bohong atau hoaks banjir kritik. 

Menurut pengamat terorisme Harits Abu Ulya, pernyataan Wiranto tersebut hanya tafsir subjektif terhadap definisi UU terorisme. "Aneh bin ajaib, justru Menko Polhukam mewacanakan penanganan hoaks dengan UU Terorisme," ujar Harits di Jakarta, Kamis (21/3). 

Sebelumnya, Wiranto mengatakan, penyebaran hoaks yang berkaitan dengan pemilu dapat dikenakan UU terorisme. Pasalnya, seperti terorisme, hoaks juga dapat menimbulkan ketakutan di masyarakat.

"Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk takut datang ke TPS (tempat pemungutan suara), itu sudah kategori ancaman, itu sudah terorisme. Maka, tentu kita (gunakan) Undang-Undang Terorisme," kata Wiranto.

Menurut Harits, penerapan UU Terorisme untuk menjerat hoaks membahayakan iklim demokrasi. Jika direalisasikan, Harits khawatir bakal muncul anggapan rezim Jokowi otoriter karena menafsirkan secara subjektif penggunaan aturan demi kepentingan politik.