Berbekal putusan DKPP, penetapan capres-cawapres bisa digugat?

Koalisi Sipil meminta Hasyim Asy'ari mundur dari jabatannya lantaran putusan DKPP terakhir menjadi pelanggaran etik keempatnya.

Penetapan capres-cawapres 2024 bisakah didugat ke PTUN dengan berbekal putusan DKPP terkait pencalonan Gibran Rakabuming sebagai kandidat? YouTube/KPU RI

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan hukuman peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari, karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Adapun enam komisioner lainnya disanksi peringatan keras.

Bagi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, putusan DKPP itu memperkuat putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahwa pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) cacat secara etika. Pun menunjukkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 cacat integritas lantaran penyelenggara pemilu, yang mestinya bersih dari kepentingan politik praktis, "bermain api".

"Putusan DKPP sekaligus menunjukkan bahwa KPU RI selaku penyelenggara pemilu berkontribusi besar terhadap nepotisme dan politik dinasti yang dilakukan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi)," ucap Koalisi Sipil dalam keterangannya, Kamis (8/2).

"Oleh karena itu, [KPU] tidak memiliki posisi moral untuk menyelenggarakan pemilu yang bersih dan berintegritas. Terlebih, Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, sudah berkali-kali terbukti melanggar etik," sambungnya.

Sanksi DKPP tersebut merupakan pelanggaran etik keempat Hasyim. Sebelumnya, hukuman serupa diberikan kepadanya terkait pernyataan kontroversialnya tentang sistem pemilu, pertemuannya dengan Ketua Partai Republik Satu, dan tindakannya yang tak menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) soal kuota 30% untuk caleg perempuan.