Jokowi dinilai jadikan Ba'asyir komoditas politik

Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dinilai kental nuansa politik.

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). Foto Antara

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso menyebut aroma politik kental menyelimuti langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rencana membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir (ABB). Pasalnya, pembebasan Ba'asyir dilakukan pada masa kampanye Pilpres 2019. 

"Ini komoditas politik untuk menaikkan elektabilitas pada saat menjelang pilpres. Ya, apapun tetap kita apresiasi tapi memang agak unik beliau super cepat untuk membebaskan Ustad Abu Bakar Ba'asyir," ujar Priyo di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (22/1).

Pembebasan Ba'asyir pertama kali diungkapkan kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. Usai mengunjungi Ba'asyir di LP Gunung Sindur, Jumat (18/1) lalu, Yusril mengatakan, Jokowi setuju membebaskan Ba'asyir karena alasan kemanusiaan. 

Namun, pernyataan Yusril itu belakangan direvisi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. Menurut Wiranto, pemerintah masih mengkaji pembebasan Ba'asyir. Pasalnya, Ba'asyir menolak setia kepada Pancasila. 

Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut rencana pembebasan Ba'asyir sebagai sebuah blunder. "Bahkan sekarang dibatalkan dengan kamuflase dikaji ulang. Ini menunjukkan bahwa pak Jokowi tak berdaulat. Bahkan negara kita terlihat tak berdaulat," ujar dia.