Kesempatan memilih bagi ODGJ telah berlangsung sejak 1995

Ketua PDSKJI dr Eka Viora SpKJ, menegaskan ODGJ memiliki hak pilih yang sama dengan warga negara lainnya (aspek yuridis) melekat sebagai hak

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Banda Sakti melakukan simulasi pencoblosan Pemilu 2019 di Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (6/4)./AntaraFoto

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengatakan, kesempatan memilih dalam pemilu bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) telah berlangsung sejak 1995. Hal itu, berdasarkan berbagai ketentuan yang tercantum dalam undang-undang.

Ketua PDSKJI dr Eka Viora SpKJ, menegaskan ODGJ memiliki hak pilih yang sama dengan warga negara lainnya (aspek yuridis) melekat sebagai hak asasi manusia (aspek filosofis).

Diperkirakan lebih dari 3.500 orang dengan disabilitas mental terdaftar dalam daftar pemilih Pemilu 2019 ini. "Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ada di Indonesia yaitu lebih dari 500 ribu (Riskesdas 2018), kata Eka, Minggu (8/4).

PDSKJI menjabarkan dasar-dasar regulasi yang mengatur tentang ketentuan pemenuhan hak pilih bagi ODGJ antara lain Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 D ayat 1; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bab 9, Pasal 43 ayat l dan 2; Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 148; Undang Undang Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak hak Penyandang Disabilitas Pasal 3, 5, ZS, dan 29 huruf a.

Selanjutnya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Pasal 2 poin h; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 yang menyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang, menyalahi UUD Tahun 1945.