Wantim MUI ungkap alasan tolak hitung cepat

Din menyebut hasil hitung cepat lebih banyak mudaratnya.

Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin. / Antara Foto

Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengungkap alasannya menolak hitung cepat (quick count) yang dirilis sejumlah lembaga survei pascapemungutan suara. Menurut Din, penolakan bukan karena ia tidak percaya terhadap kajian ilmiah.   

Din menjelaskan cara berpikir Wantim MUI terkait hasil hitung cepat berdasarkan aspek aksiologis dari ilmu pengetahuan. Ia mengatakan, secara etika politik, keberadaan quick count justru memicu ketegangan bagi masing-masing pendukung calon presiden.

"Pandangan MUI itu masuk ke etika politik dalam filsafat ilmu namanya aksiologi ilmu. Ilmu untuk apa? Kalau menimbulkan kemudaratan, maka dia menjadi tidak baik," kata Din di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (24/4).

Pada konteks pemilihan presiden, menurut Din, rilis hitung cepat menimbulkan ekses negatif di masyarakat. Artinya, kajian ilmiah yang seharusnya mencerahkan justru malah melahirkan potensi konflik sosial. 

"Selama dapat dipertanggungjawabkan metodologisnya, bisa saja (merilis hitung cepat). Cuma khusus untuk politik, ini menimbulkan ketegangan. Dalam agama, benar sekali pun, tapi tidak tepat waktunya itu menjadi tidak baik," ucap Din.