PAN kritisi presidential threshold dalam RUU Pemilu

Seharusnya partai yang lolos parlemen bisa mengajukan capres.

Anggota Fraksi PAN DPR, Guspardi Gaus. Dokumentasi DPR

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Guspardi Gaus, mengkritik penerapan ambang batas presiden (presidential threshold) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Dianggap sebagai upaya membatasi pertarungan.

"Sistem presidential threshold terkesan sebagai upaya membatasi agar pertarungan di pilpres (pemilihan presiden) yang menyebabkan semakin kecil peluang mengusung calon yang mengarah kepada terciptanya polarisasi yang hanya menghadirkan dua paslon (pasangan calon)," ujarnya melalui keterangannya di Jakarta, Selasa (9/6).

Baginya, penerapan ambang batas itu juga tidak logis karena acuannya menggunakan patokan ambang batas hasil pemilu sebelumnya, sesuai Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. Bunyinya, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya."

"Jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga hanya dua pasang," ujarnya.

Hal tersebut, terang Guspardi, sesuai hasil rekapitulasi Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Tidak ada satu pun dari sembilan partai politik (parpol) yang melampaui ambang batas parlemen (parliamentary threshold) mencapai 20%.