Perdebatan jadwal Pemilu 2024 sarat kepentingan politik

Perdebatan ini dinilai dapat dihindari jika merujuk konstitusi, khususnya Pasal 22 E ayat (1).

Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari, heran dengan adanya perdebatan tentang jadwal pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024. Alasannya, sudah tertuang dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI 1945.

“Bagi saya agak janggal itu (perdebatan tentang jadwal pemilu). Kalau kemudian kita betul-betul memahami makna yang tersurat maupun tersirat di dalam Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar itu, jadi tidak pada tempatnya bagi saya mempeributkan kapan jadwalnya bahkan mendiskusikan kapan baiknya, apalagi mendiskusikan antara penyelenggara dan peserta pemilu,” katanya dalam webinar, Rabu (27/10).

Dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI 1945 tertulis, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) setiap lima tahun sekali." Feri menerangkan, pasal tersebut memuat dua unsur, yakni pelaksanaan pemilu dan waktu penyelenggaran.

“Pemilihan umum dilaksanakan secara luber jurdil di unsur proses penyelenggaraan. Kedua, unsur setiap lima tahun sekali," jelasnya.

"Jadi, mestinya lima tahun dari proses penyelenggaraan pemilu sebelumnya akan dilaksanakan pemilu. Dalam artian sederhana, di waktu yang sama akan diselenggarakan pemilu lagi,” imbuh dia.