Kebijakan antiimigran Presiden AS Donald Trump membuat penjara imigrasi mengalami overkapasitas.
Tinggal di Amerika Serikat (AS) sejak usia 3 tahun, Andrea tak pernah menyangka bakal berurusan dengan petugas Badan Imigrasi dan Bea Cukai (Immigration and Customs Enforcement/ICE) AS. Kini berusia 31 tahun, Andrea bekerja secara legal dan mengantongi kartu hijau atau green card. Dengan kartu itu, status residensi Andrea semestinya tak dipersoalkan.
Namun, pada Februari 2025, Andrea dilaporkan karena bertengkar dengan pasangannya. Perempuan keturunan Argentina itu lantas ditahan di penjara lokal di Orlando, Florida, AS. Tahu Andrea merupakan warga imigran, petugas ICE muncul dan "mengurus" kasus Andrea. Dari penjara lokal, Andrea direlokasi ke Krome North Service Processing Center, penjara khusus pelanggar UU Imigrasi.
Di Krome, hidup Andrea berputar 180 derajat. Di sana, Andrea merasakan kebencian "tak terucap" terhadap kaum imigran. Pada hari pertama, misalnya, Andrea dan rekan-rekan tahanan lainnya harus menginap di bus karena tiba kemalaman. Petugas tak mau memproses Andrea dan kawan-kawan lantaran jam kantor sudah tutup.
Selama lima hari berikutnya, Andrea dipaksa menginap di ruang tunggu penjara bersama 30 perempuan lainnya. Tidak ada tempat tidur, tidak ada shower set untuk mandi, dan tak ada akses komunikasi ke luar. Saat itu, Andrea butuh berkontak dengan keluarga karena ia punya bayi yang baru berusia 3 bulan. Sebelum ditangkap, Andrea masih menyusui bayinya.
"Ada kamera di atas toilet terbuka. Itu tidak apa-apa bagi para pria yang menggunakan toilet secara berdiri, tapi bagi kami itu terasa sangat-sangat memalukan," kata Andrea seperti dikutip dari sebuah laporan yang diterbitkan Human Rights Watch (HRW) pada 21 Juli lalu.