Sulit bagi nelayan tradisional membeli mesin pendeteksi keberadaan kapal seharga Rp17 juta per unit.
Bersama ratusan nelayan tradisional lainnya di Rembang, Jawa Timur, Eko Sugeng Waluyo sedang meradang. Eko dan rekan-rekannya murka setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mewajibkan setiap kapal nelayan dilengkapi dengan vessel monitoring system (VMS) atau mesin pendeteksi keberadaan kapal.
"Saat ini, hampir 300 kapal nelayan tradisional di Rembang tidak melaut, karena dilarang melaut sebelum memasang VMS. Tetapi, VMS itu harganya sangat mahal dan pajaknya juga mahal. Kami ini nelayan kecil, bukan yang melaut jauh. Paling lima hari melaut, lalu pulang," kata Eko kepada Alinea.id, Senin (15/4).
Biaya pemasangan VMS diperkirakan mencapai Rp16 juta-Rp17 juta per unit. Selain itu, para nelayan juga nantinya harus merogoh kocek untuk membayar pajak VMS yang sekiranya mencapai Rp7 juta per tahun.
Menurut Eko, ada sekitar 60.000 awak kapal dari 300 kapal yang terancam menganggur karena kebijakan itu. Ia dan para nelayan saat ini juga tidak bisa melaut karena aplikasi Penangkapan Ikan Terukur Secara Elektronik (e-PIT) yang dirancang KKP diblokir.
"Jadi, karena kami belum pakai VMS, semua aplikasi e-PIT diblokir. Kami semua nelayan kecil yang enggak sanggup beli VMS dan membayar pajak VMS," kata Eko.