Aklamasi Mega cs: Potret matinya kompetisi dan mandeknya regenerasi

Dalam enam bulan terakhir, lima ketua umum partai politik terpilih secara aklamasi.

Sejak Agustus 2019, lima ketua umum partai politik terpilih secara aklamasi. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Dua puluh tahun sudah Megawati Soekarnoputri 'menguasai' Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P). Sejak didirikan pada 1999, partai berlambang banteng moncong putih tersebut tak pernah lepas dari genggaman putri sulung Sukarno itu. 

Pada Agustus 2019, Mega, sapaan akrab Megawati, kembali didapuk memimpin PDI-P. Dalam Kongres V PDI-P yang dihelat di Denpasar, Bali, Megawati dipilih sebagai ketum secara aklamasi oleh semua utusan DPD dan DPC PDI-P. 

Ketika itu, Mega bahkan tak perlu repot-repot memberikan laporan pertanggungjawaban sebagai ketum. "Ternyata tidak perlu karena seluruh utusan menyatakan diterima secara aklamasi dan diketok," ujar perempuan berusia 72 tahun itu dalam pidato pengukuhan. 

Mega memang tak pernah punya saingan di PDI-P. Jika dirunut, setidaknya sudah empat kali mantan Presiden ke-5 RI itu dipilih secara aklamasi sebagai Ketum PDI-P. Aklamasi seolah sudah menjadi hal yang lumrah di tubuh partai yang identik dengan warna merah itu. 

Belakangan, model pemilihan secara aklamasi juga ngetren di parpol-parpol lainnya. Sekira dua pekan setelah Mega terpilih, Muhaimin Iskandar kembali didapuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai ketum dalam Muktamar V PKB di Badung, Bali.