Isu mengenai kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pindah ke Partai Golkar terus menyeruak. Sejumlah analis menyebut Golkar bakal jadi pelabuhan politik Jokowi selanjutnya.
Setelah terang-terangan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024, Jokowi dianggap tak mungkin lagi rujuk dengan PDI-Perjuangan dan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri.
Jokowi tak pernah menjawab tegas soal rumor itu. Saat ditanya awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (26/2), Jokowi tak membantah atau menepis kemungkinan ia bergabung dengan Golkar.
"Saya setiap hari masuk Istana," seloroh mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Isu Jokowi bakal pindah sekoci sudah menyeruak sejak Desember 2023. Saat hendak bertolak ke Tokyo, Jepang, Jokowi sempat terlihat mengenakan dasi kuning khas Golkar.
Isu itu juga sempat ditanyakan pewarta kepada Jokowi di sela-sela peresmian Jembatan Otista di Bogor, Jawa Barat, pertengahan Desember lalu. Jokowi hanya menyebut ia nyaman dengan Golkar.
Politikus Golkar Dave Laksono mengaku partainya membuka pintu lebar-lebar untuk Jokowi. Menurut dia, Jokowi bisa saja bergabung dengan Golkar setelah masa jabatannya sebagai presiden habis.
"Golkar sejauh ini terbuka apabila Presiden Jokowi ingin melanjutkan karier politik atau pengabdian kepada bangsa melalui Golkar. Sejauh ini, kami terbuka," kata Dave kepada Alinea.id Rabu (28/2).
Dave berkata kemungkinan itu sangat bergantung pada komunikasi antara Jokowi dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Penentuan jabatan strategis di Golkar, kata dia, mesti dikomunikasikan kepada Airlangga.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak menilai Golkar jadi pilihan realistis bagi Jokowi untuk melanjutkan karier politik. Ia meyakini pintu maaf bagi Jokowi dari Megawati sudah tertutup.
Hubungan keduanya, kata Zaki, kian memburuk setelah Jokowi mengangkat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejak Pilpres 2004, Megawati tak akur dengan Susilo Bambang Yudhoyono, ayah AHY.
"Bagi bu Mega, tindakan Jokowi ini dianggap sebagai penghinaan. Jadi, luka sudah terlalu dalam dan sulit untuk diperbaiki lagi. Di mata kebanyakan elite PDI-P, Jokowi telah dianggap sebagai pengkhianat," kata Zaki kepada Alinea.id, Rabu (28/2).
Jokowi dianggap membelot lantaran merestui Gibran sebagai pendamping Prabowo. Pasalnya, PDI-P mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024. Meski begitu, saat ini Jokowi masih berstatus sebagai kader PDI-P.
Menurut Zaki, Jokowi akan berlabuh di Golkar sebelum Prabowo dilantik sebagai presiden terpilih. Hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sejauh ini menunjukkan Prabowo-Gibran unggul di kisaran 57%. Artinya, pilpres hanya bakal berlangsung satu putaran.
"Jika skenario lancar, Munas (Musyawarah Nasional) Golkar pada Desember 2024 akan mengukuhkan Jokowi sebagai Ketum Golkar," kata Zaki.
Menurut Zaki, Golkar akan dimanfaatkan Jokowi untuk mengamankan posisi Gibran selama lima tahun ke depan. Jokowi butuh Golkar untuk mengawal proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek-proyek strategis lainnya. Sebagaimana hasil rekapitulasi KPU, Golkar jadi parpol dengan raihan suara terbesar kedua di Pileg 2024.
"Dampak lain dari masuknya Jokowi ke Golkar, tentu juga akan membuat kurang nyaman Prabowo. Bagaimanapun Golkar peraih suara terbanyak dalam koalisi pemerintahan. Ada kekhawatiran Jokowi akan terus mendikte selama 5 tahun kedepan. Ini menjelaskan mengapa Prabowo semakin intens mendekati SBY," jelas Zaki.
Zaki menduga langkah kuda Jokowi mengendalikan Golkar tidak akan mudah. Golkar terkenal sebagai partai yang punya banyak faksi yang kuat. Setiap faksi punya gerbong kader yang juga potensial menggeser Airlangga dari kepemimpinan Golkar.
"Volatilitas konflik politik di Golkar tinggi. Ada banyak bos-bos besar di situ yang tidak mudah disatukan. Semua faksi punya gerbong. Apakah Jokowi yang bukan kader dan tiba-tiba melompat jadi pimpinan Golkar akan bener-benar diterima? Masih jadi pertanyaan besar," kata dia.
Bagi Golkar, bergabungnya Jokowi, terlebih jika langsung diberi jabatan strategis, potensial memunculkan sentimen negatif di mata publik. Golkar, kata Zaki, bisa dianggap terjerumus ke 'prostitusi' politik.
"Jika prinsipnya terlalu pragmatis. Artinya, siapa pun boleh masuk, asal harga cocok. Berarti merit system tidak lagi berjalan. Apakah ini tidak memunculkan resistensi dari kader yang berjuang dari bawah? Jadi, meskipun Jokowi masuk Golkar, tidak mudah untuk dapat mengendalikannya. Mungkin hanya sesaat," ucap Zaki.