Dua usulan soal masa jabatan presiden, tak berlaku bagi Jokowi 

Beleid masa jabatan presiden selama lima tahun yang dapat dipilih kembali secara berturut-turut dianggap bermasalah.

Presiden Joko Widodo bersiap mengikuti upacara pelantikan presiden dan Wakil Presiden di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Antara Foto

Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan diskursus mengenai masa jabatan presiden pada amandemen Undang-Undang Dasar 1945 masih relevan. Karena itu, dia menyarankan dua usulan yang diharap bisa menjadi pertimbangan soal masa jabatan presiden tersebut. 

Pertama, Refly mengungkapkan, jabatan presiden diusulkan hanya satu periode. Namun, duraasi waktu menjabat ditambah dari sebelumnya yang hanya lima tahun. Kedua, dia menyarankan, masa menjabat presiden tetap lima tahun dan periodenya bisa ditambah. Asalkan, tidak dipilih secara berturut-turut.

“Saya mengusulkan dua hal. Pertama, masa jabatan satu periode saja, tetapi durasinya enam sampai tujuh tahun. Atau yang kedua, bisa lebih dari satu periode (dengan masa jabatan) lima tahun, tetapi tidak boleh berturut-turut. Jadi, dengan demikian tidak ada petahana yang menjabat,” kata Refly dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (24/11).

Refly menuturkan, usulnya itu tidak berlaku bagi presiden yang sedang dan atau sudah menjabat sebelumnya. Menurut dia, usul tersebut harus berlaku secara perspektif. Artinya, apabila salah satu dari dua sarannya itu digunakan, maka usulan tersebut baru berlaku pada pemilihan presiden 2024 mendatang.

Dengan demikian, lanjut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden-presiden yang pernah menjabat sebelumnya sudah terikat dengan konstitusi yang berlaku pada saat mereka terpilih. Mereka pun tidak diperbolehkan ikut dalam pemilihan pada periode mendatang.