Masukan Gelora akhiri ketidakpastian hukum di Indonesia

Fahri Hamzah harap Presiden Jokowi dan DPR pertimbangkan masukannya.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah/Foro Antara.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menyampaikan tiga opsi guna mengakhiri ketidakpastian hukum dan untuk mendongkrak indeks demokrasi Indonesia.

Diketahui, The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis laporan Indeks Demokrasi 2020. Secara global, Indonesia menempati peringkat ke-64 dengan skor 6,3 atau terendah dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Skor kebebasan sipil 5,59, Indonesia pun dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.

Opsi pertama, lanjut Fahri, merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan pasal multitafsir.

"Kedua, Presiden mem-Perppu UU ITE sehingga secara otomatis pasal bermasalah dihilangkan, agar segera ada kepastian hukum," kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulis, Rabu (23/2).

Menurutnya, kehadiran Perppu UU ITE dapat memberikan payung hukum permanen pada Polri dalam menindak laporan kasus terkait UU ITE. Sebab, sambung Fahri, surat edaran (SE) Kapolri terkait penanganan kasus UU ITE dikhawatirkan tidak menyelesaikan persoalan.