Kabar bohong dan upaya delegitimasi KPU

Pekan ini, jagat media sosial diwarnai oleh kabar bohong mengenai tujuh kontainer berisi surat suara yang telah dicoblos.

Sigit Pamungkas, mantan komisioner KPU dan Durektur Eksekutif Netgrit. / (Foto: Annisa Saumi/Alinea.id)

Pekan ini, jagat media sosial diwarnai oleh kabar bohong mengenai tujuh kontainer berisi surat suara yang telah dicoblos untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019. Setelah kabar tersebut beredar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) langsung bergerak menuju Pelabuhan Tanjung Priok untuk mengecek informasi tersebut.

Kesimpangsiuran tersebut sampai pada kesimpulan ada kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2019. Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, menangkap fenomena hoaks tersebut sebagai gambaran masyarakat yang semakin sensitif.

"Masyarakat yang semakin sensitif tersebut lantaran tumbuhnya ketidakpercayaan karena pembelahan masyarakat yang terjadi sejak Pemilu 2014, lalu ditambah dengan residu Pilkada DKI Jakarta 2017," kata Firmanzah di Jakarta Pusat, Sabtu (5/1).

Sementara, Sigit Pamungkas, Komisioner KPU 2012-2017 melihat kabar bohong tersebut sebagai tekanan politik yang menyerang KPU. "Walaupun KPU mampu mengatasi kabar bohong tersebut, publik sudah terlanjur tidak percaya," kata Sigit.

Sigit mengutip dari survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyimpulkan kepercayaan publik pada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menurun di bawah angka 70%.