Kisah dongeng dari kerajaan sembako di Monas

Politikus PDI Perjuangan membantah acara bagi-bagi sembako diorganisir oleh Partai.

Sejumlah massa berdesakan demi mendapatkan kupon sembako./Antara Foto

Inilah sepenggal petikan puisi Kisah Dongeng Dari Kerajaan Sembako. Ada seorang raja, hobinya jadi presiden. Semua orang ingin jadi penguasa karena sekaligus menjadi pengusaha. Wakil-wakil rakyat adalah: Ayah, ibu, anak, adik, mantu, keponakan, paman, bibi, pacar gelap, teman, anaknya teman dan seterusnya

Kutipan Kisah Dongeng Dari Kerajaan Sembako karya Acep Zamzam Noor pertama kali diterbitkan di Harian Republika pada tahun 1998. Acep mengkritik kondisi Indonesia saat Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto di mana kondisi bangsa tengah sulit, termasuk tingginya harga sembako, namun kekuasaan dan arogansi para pengusaha kala itu amat menyengsarakan rakyat. 

Agaknya Dongeng Dari Kerajaan Sembako cukup menggambarkan kondisi Sabtu (29/4) di Kawasan Monumen Nasional (Monas), di mana sejak pagi hingga petang dipenuhi massa yang umumnya berpakaian merah. Massa berbondong-bondong demi mendapatkan hadiah berupa sembako berupa: gula, beras, minyak, telur, dan mie instan. 

Sayang, massa yang terlanjur semangat datang dari rumah untuk mendapatkan hadiah sembako berubah jadi sengsara. Sembako yang diterima tidak sesuai harapan karena jumlahnya terbilang sedikit. Semisal, beras yang diterima hanya setengah liter begitu juga gula dan minyak. Padahal mereka sudah mengantre sejak pagi.

Hingga akhirnya, acara yang digagas Forum Untukmu Indonesia (FUI) berubah menjadi tragedi karena menelan korban jiwa dua anak yang mengikuti orang tua mereka mengantre sembako. AR dan MJ meninggal dunia usai mengikuti acara bagi-bagi sembako di Monas.