Menteri NU dan paras politik kaum Nahdliyin

Jatah menteri untuk Nahdlatul Ulama (NU) kian mempertegas paras NU sebagai ormas berjubah politik.

NU meminta jatah menteri ke Jokowi. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Sukses mengusung Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden terpilih ternyata tak cukup memuaskan syahwat politik Nahdlatul Ulama (NU). Kurang lebih sebulan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang Pilpres 2019, NU blak-blakan minta jatah menteri ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Tidak ada dukungan politis yang gratis," ujar Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur Agoes Ali Masyhuri usai menghadiri halalbihalal Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/6).

Pernyataan Agoes terkesan vulgar. Apalagi, ketika itu Jokowi-Ma'ruf belum aman. Kemenangan Jokowi-Ma'ruf tengah digugat pasangan penantang Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi (MK) meskipun pada akhirnya permohonan gugatan itu ditolak hakim MK. 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Suhud membenarkan niat NU untuk dapat jatah kursi menteri dari Jokowi. Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Presiden. 

"Karena itu memang merupakan hak prerogatif Presiden. Terserah Presiden pokoknya. Kalau dikritik itu kan boleh-boleh saja. Hak seseorang (untuk mengkritik)," ujar Marsudi saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (22/8).