NKRI syariah ala Ijtimak: Politis, tak logis, dan mubazir 

Label NKRI syariah ala Ijtimak Ulama potensial memecah belah masyarakat.

Gagasan NKRI syariah merupakan salah satu rekomendasi Ijtimak Ulama IV. Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz

Para ulama pengusung Prabowo-Sandi kembali berkumpul, Senin (5/8) lalu. Seperti hajatan Ijtimak Ulama III, Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat, dipilih jadi venue. Kurang lebih sembilan jam mereka berdiskusi. Hasilnya, delapan butir rekomendasi disepakati ajang kumpul-kumpul bertajuk Ijtimak Ulama IV itu. 

Kali itu, Ijtimak Ulama tak hanya membahas dinamika politik elektoral pasca-Pemilu 2019 saja. Kepentingan ormas Islam juga turut dibahas dan dirumuskan menjadi rekomendasi. Itu setidaknya terlihat di butir rekomendasi paling 'gemuk' dengan tuntutan, yakni butir ketiga rekomendasi. 

Di butir 3.5 misalnya, Ijtimak ingin pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dipulangkan. Di butir 3.6, Ijtimak mengajak masyarakat untuk mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi. 

Tak butuh lama, gagasan NKRI syariah ala Ijtimak Ulama langsung banjir kritik. Meski tak menunjuk hidung, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu bahkan mengingatkan agar tidak ada kelompok masyarakat yang coba-coba mengganti Pancasila dengan ideologi lain. 

"Dia (kelompok itu) pengkhianat terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pengkhianat terhadap negara ini, pengkhianat terhadap kita semua, serta pengkhianat terhadap masa depan bangsa ini," kata Ryamizard saat membuka acara dialog bertajuk 'Pancasila Perekat Kita, Satu Nusa Satu Bangsa' di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Senin (12/8) lalu.