Komnas Perempuan minta pembahasan RUU TPKS jauh dari negosiasi politik

Dari aspek muatan hukum, struktur dan budaya, hingga layanan untuk mendukung korban yang masih terkonsentrasi di pulau Jawa.

ilustrasi. foto Pixabay

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendukung percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Presiden Jokowi telah memerintahkan Menkumham Yasonna H. Laoly dan Menteri KPPPA Bintang Puspayoga untuk berkoordinasi dengan DPR RI untuk menyiapkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU TPKS.

“Pernyataan Presiden ini (pernyataan perlindungan korban kekerasan seksual) penting dan sudah ditunggu-tunggu mengingat mendesak pembahasan RUU TPKS dan karenanya tidak boleh ditunda berlarut-larut,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam keterangan tertulis, Rabu (5/1).

Saat ini, Indonesia menghadapi kondisi darurat kekerasan seksual. Ini ditandai dengan lonjakan jumlah laporan kasus kekerasan seksual dan kompleksitasnya. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di tempat umum, tetapi juga di lingkup keluarga dan lembaga pendidikan, yang semestinya ruang aman untuk setiap individu untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

Di sisi lain, daya tanggap yang tersedia pada kasus kekerasan seksual sangat terbatas. Dari aspek muatan hukum, struktur dan budaya, hingga layanan untuk mendukung korban yang masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Jadi, penundaan pembahasan RUU TPKS, semakin banyak korban yang terbengkalai hak-haknya dan kondisi korban akan semakin terpuruk. Bahkan, ada korban yang bunuh diri dan mengalami gangguan jiwa akut.

Penundaan pembahasan RUU TPKS juga akan memperburuk daya pencegahan yang sudah sangat terbatas. Komnas Perempuan berharap pernyataan Presiden Jokowi mampu mendorong partai politik yang ingin menunda atau menolak RUU TPKS, berubah sikap menjadi mendukung pembahasan RUU ini.