Kursi Ketua MPR penjaga stabilitas politik nasional

Kursi Ketua MPR punya posisi strategis sebagai penjaga stabilitas politik nasional. 

Suasana diskusi 'Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7). Alinea.id/Cantika Adinda Putri Noveria

Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember Bayu Dwi Anggono berharap kursi Ketua MPR dialokasikan kepada orang yang tak punya ambisi politik di Pilpres 2024. Menurut Bayu, kursi Ketua MPR punya posisi strategis sebagai penjaga stabilitas politik nasional. 

"Siapa pun Ketua MPR dia harus tidak punya ambisi. Apalagi deklarasi maju (untuk Pilpres 2024). Dia harus mewakili elite politik untuk mengingatkan pentingnya persatuan bangsa di tengah agenda-agenda politik," tutur Bayu dalam diskusi 'Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7). 

Menurut Bayu, kursi pimpinan MPR kini tak lagi hanya bermakna simbolis. Terlebih, bergulir wacana MPR bakal menghidupkan lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mengamandemen UUD 1945. Dikhawatirkan, MPR bakal memiliki kekuatan politik seperti pada era Orde Baru.

Karena itu, lanjut Bayu, kursi pimpinan MPR harus diberikan kepada orang-orang yang mau bekerja keras memelihara kerukunan nasional. "Minimal dia bisa mengkondisikan partai-partai dan memastikan tidak ada agenda-agenda lain. Makanya butuh mayoritas absolut dan bersyarat," ujar dia.

Saat ini, kursi Ketua MPR tengah diperebutkan sejumlah parpol, baik dari kubu pemerintah maupun kubu oposisi. Di kubu pemerintah, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasional Demokrat, dan Golkar, sudah menyatakan ketertarikan mereka. Di kubu oposisi, Gerindra sempat menyebut kursi Ketua MPR sebagai syarat rekonsiliasi.