Pilkada asimetris: Ikhtiar bangun kontestasi elektoral rasa 'lokal'

Diembuskan Mendagri Tito Karnavian, wacana pilkada asimetris jadi bola liar di Senayan.

Mendagri Tito Karnavian mengusulkan pilkada asimetris sebagai solusi beragam permasalahan yang muncul karena pilkada. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Usul itu pertama kali meluncur dari mulut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat kerja bersama anggota Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, November 2019. Menurut Tito, pelaksanaan pilkada yang telah berjalan selama 15 tahun perlu dievaluasi. 

Tito mengungkapkan sejumlah opsi sebagai solusi membenahi pilkada. Salah satunya ialah pelaksanaan pilkada secara asimetris. "Dengan asimetris berarti kita harus membuat indeks democratic maturity, yaitu menghitung kedewasaan demokrasi tiap daerah," kata Tito. 

Pilkada asimetris kembali menjadi salah satu agenda pembahasan saat Tito mengumpulkan 9 sekretaris jenderal (sekjen) partai politik di Kemendagri, Jakarta Pusat, pekan lalu. Hal itu setidaknya dibenarkan Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. 

Menurut Arsul, ada tiga hal yang dibahas Tito dan para sekjen. Pertama, peluang pilkada tak langsung di tingkat gubernur. Kedua, pilkada langsung dilakukan secara asimetris. Terakhir, keharusan bagi calon kepala daerah untuk lulus sekolah politik di parpol. 

"Itu (perubahan mekanisme pilkada) dipaparkan, kemudian kami respons. Ukuran asimetris itu mengacu pada kajian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)," kata Arsul kepada wartawan usai pertemuan dengan Tito.