Polemik RUU DKJ: Tentukan masa depan demokrasi di Jakarta

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak kepala daerah yang lahir dari penunjukan semata.

Foto: Ist

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). RUU ini merupakan inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (5/12).

RUU itu disiapkan untuk situasi ketika Jakarta tidak lagi menyandang status ibukota. Salah satu isu yang menjadi sorotan terkait RUU DKJ itu adalah proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKJ. Jika sebelumnya pemimpin Jakarta diangkat melalui Pilkada, namun RUU DKJ merancang proses suksesi kepemimpinan di DKJ melalui penunjukan langsung oleh presiden. Hal ini tertera dalam Pasal 10 bagian ketiga soal Gubernur dan Wakil Gubernur.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) mengatakan, alasan skema itu diusulkan karena pertimbangan biaya Pilkada DKI. Hematnya, anggaran yang mahal itu lebih baik untuk rakyat.

Alhasill, pihaknya mendiskusikan kekhususan yang akan diberikan kepada Jakarta. Karena itu, kata politikus PPP itu, DKI Jakarta berbeda dari daerah lain, khususnya dalam sistem pemerintahannya.

Berangkat dari Pasal 18A soal nomenklatur daerah otonom yang membuat kepala daerah itu harus dilakukan pemilihan, maka DPR mengatur agar penunjukan langsung tersebut tetap melibatkan DPRD.